Tuesday, August 4, 2020

Game Center Chp.21

Hey hoo Minna-san tachiii Tory bawakan lanjutannya nih Chapter 21... douzo~

.

.

Soria: “Bagaimana kalau aku bilang tidak?”

Rio: “Aku akan terus berusaha hingga kau mengatakan ‘ya’. Aku ini pantang menyerah lho.”

Soria sudah kehabisan kata-kata melawan pria super keras kepala di hadapannya ini. Ia sudah membentak, mengejek, sampai mengacuhkan Rio, namun pria ini tetap berusaha dengan cinta dan senyumannya.

Soria: “Kenapa kau tak beralih pada wanita lain saja? Daripada kau hanya membuang-buang waktumu untuk orang yang tak mencintaimu lagi.”

Rio: “Mungkin kau ada benarnya. Tapi.. tak ada wanita lain yang ingin kucintai selain kau dan ibuku.”

Soria: “Kalau ibumu tentu saja.”

Rio: “Aku tahu kau masih mencintaiku. Buktinya kau mau aku ajak kencan.”

Soria: “Aku mau bukan berarti aku masih mencintaimu.”

Tiba-tiba handphone Rio berdering.

Rio: “Aku akan angkat telpon sebentar.”

Rio keluar dari ruang kesehatan dan berbicara dengan ekspresi yang serius. Sekitar 3 menit kemudian Rio mengakhiri percakapannya dan kembali masuk ke ruang kesehatan. Soria hanya berdiri sambil membuka lembaran buku daftar absen siswa sakit. Sekarang ada jam pelajaran music untuk anak kelas 3. Biasanya para siswa berlatih music di bawah pohon Sakura yang dekat dengan ruang kesehatan. Ruang kesehatan terletak di lantai 2 gedung sekolah agar udaranya lebih sejuk.

Rio: “Um.. bolehkan aku bicara sekarang?”

Soria: “Bicaralah jika benar-benar penting.”

Rio: “Luas.. aku akan dipindahkan ke Busan. Tempat magangku ternyata tertukar dengan salah satu temanku. Temanku itu sudah tiba di Seoul subuh tadi, jadi-”

Brukk. Soria tiba-tiba memeluk Rio sambil terisak. Soria tak tahu mengapa ia jadi terbawa emosi saat mendengar Rio akan pindah. Rio hanya bisa membalas pelukan Soria, membiarkan gadis itu menangis dan membasahi jas dokternya. Tirai ruang kesehatan itu berkibar lembut tertiup angina dari luar.

Soria: “Jangan.. jangan pergi…”

Rio: “Mh.. aku juga tak ingin pergi, tau untuk segera lulus aku harus kesana.”

Rio melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Soria dengan kedua tangannya yang besar.

Rio: “Kenapa kau menangis? Kau mencintaiku ya?”

Soria: “Entahlah.. aku hanya.. tak ingin kau pergi…”

Rio: “Bukankah selama lima tahun ini kau selalu menempatkanku di hatimu? Aku tak pernah pergi dari hatimu kan?”

Rio benar. Tak ada seorangpun selain Rio yang bisa membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tak pernah.. bahkan tak ingin berpisah dari Rio dalam bentuk apa pun. Soria mengangguk dengan wajahnya yang basah. Rio memeluknya semakin erat. Suasana terasa sangat romantis karena alunan musik lembut dari siswa-siswa yang sedang memainkan alat musik klasik. Semua terasa lengkap. Puzzle-puzzle yang terpisah itu sudah tersusun kembali. Semuanya terasa pas ada pada tempatnya. Seperti dalam cerita-cerita dongeng yang terus berakhir bahagia, inipun akan berakhir bahagia.

Rio: “Maukah kau mengabulkan permintaanku ini?”

Soria: “Apa?”

Rio: “Maukah kau hidup bersamaku?”

Soria: “Huh?”

Rio: “Maksudku, maukah kau tinggal bersamaku lagi? Bukan berbagi apartemen, tapi tinggal bersamaku sebagai pendamping hidupku?”

Apa ini? Rio melamarnya? Di ruang kesehatan? Soria terlalu kaget dengan kejadian yang ada saat ini. Ia bingung harus berkata apa. Otaknya tiba-tiba memproses informasi menjadi lebih lambat.

Rio: “Jadi, maukah kau menungguku sebentar lagi?”

Soria: “Hanya jika.. kau lulus, aku akan menunggumu. Aku tak bisa menunggu lima tahun lagi.”

Rio: “Haii, aku akan lulus secepatnya. Setelah lulus aku akan langsung menemuimu.”

Soria: “Hm.”

Soria menyukai saat-saat seperti ini, saat ia akhirnya bisa jujur pada dirinya sendiri. Saat ia bisa bersama dengan orang yang ia cintai dan mencintainya sepenuh hati.

Rio: “Seharusnya kau mengakui saja kalau kau mencintaiku sejak dahulu.”

Soria: “Kukira kau akan langsung menyerah setelah kuperlakukan seperti itu.”

Rio: “Kau ini, harusnya mengenalku lebih banyak lagi..”

Soria: “Hm..”

Rio: “Kalau kau mengakui perasaanmu sejak lama kita akan punya banyak waktu untu bersama sebelum saat-saat seperti ini tiba.”

Soria: “Lagipula kau akan pulang bukan? Kau janji kan?”

Rio: “tentu aku akan pulang. Aku akan pulang untukmu. Ingat! Aku hanya pulang untukmu.”

Soria: “Ne..”

Rio: “Aku akan membawa boneka beruang itu bersamaku, supaya aku akan selalu ingat, ada orang yang mennti boneka itu kembali.”

Soria: “Ingatlah kalau itu aku.”

Rio: “Tentu.”

Soria: “Aku akan usahakan bisa mengantarmu ke bandara besok lusa.”

Rio: “Jangan memaksakan diri. Nanti kau sakit.”

Soria melepaskan pelukannya. Wajahnya masih basah dan matanya masih sembab.

Soria: “Bukankah kau dokter? Jika aku sakit kau yang akan merawatku bukan?”

Rio: “Ooh.. jadi kau mau minum obat paling pahit?”

Soria: “Iie, aku tidak mau minum obat pahit.”

Rio: “Kalau begitu kau harus selalu sehat hingga aku kembali, oke?”

Soria: “Oke.”

Rio: “Kau tahu, selama kau tak ada aku mencoba membuat nasi goreng bayam seperti buatanmu tapi rasanya tak pernah sama.”

Soria: “Aku akan buatkan untukmu porsi besar.”

Rio: “Haii sensei..”

Setibanya di apartemen Rio sepulang kerja esok harinya, Soria dikejutkan dengan pemandangan di dalam apartemen yang membuatnya memicingkan mata. Sementara Rio hanya bisa berkeringat dingin.

Rio: “A-Ano..”

Soria: “Setelah terakhir kali aku membereskan apartemen ini kau tak menjaga kebersihannya?”

Rio: “Eh.. i-itu.. aku sangat sibuk.. j-jadi…”

Soria: “Meskipun sibuk.. KAU HARUSNYA MENJAGA KEBERSIHANNYA!”

Rio: “Ampun sensei.”

Soria: “Sekarang cepat bersihkan!”

Apartemen Rio dipenuhi dengan buku-buku yang berserakan di lantai, pakaian yang tidak dicuci, kertas-kertas yang berserakan hingga ke atas lemari, hingga bekas bungkus snack yang menumpuk di atas meja makan. Rio bergegas memungut buku-buku yang berserakan sementara Soria berusaha mencuci peralatan makan yang menumpuk.


To Be Continued...

See ya on the next post...

Bye bye~

No comments:

Post a Comment