Saturday, July 11, 2020

Game Center Chp. 18


Konichiwa Minna-san!!!!! Tory kembali hadir membawakan Story Game Center yang udah sampai di chapter 18 aja iiihhhh.... butuh waktu lama untuk mengumpulkan niat ngetik ulang karena Tory terbiasa nulis ceritanya di buku tulis dengan tulisan tangan.

Semoga wabah ini segera berlalu dan kita segera bertemu yaaa... duh kangen keluar kota...


Soria P.O.V: “Dasar ceroboh! Bagaimana jika yang masuk adalah pencuri?”

Soria masuk dengan pelan. Di intipnya kamar Rio. ternyata sang pemilik apartemen tengah tertidur padahal jam baru menunjukkan pukul 15.00 pm. Soria berjalan perlahan menuju dapur. Di bukanya kulkas rio dan menyeruaklah bau yang bisa membunuh semua orang termasuk soria jika ia tak memakai masker yang sudah diberi pengharum. Soria akhirnya membersihkan kulkas Rio dengan suka rela. Setelah bersih Soria hendak pulang namun tasnya tak sengaja menyenggol vas bunga di ruang tamu.

Rio: “Siapa di sana?”

Soria: “Meow~”

Rio: “Neko?”

Setelah ebebrapa detik tak ada tanda-tanda Rio akan keluar dari kamarnya, Soria seger akeluar dari apartemen tersebut dangan berlari secepat mungkin. Baru saja Rio memejamkan mata tapi sedetik kemudian ia membuka matanya lagi da duduk di kasurnya.

Rio: “Mana ada kucing yang mengerti pertanyaan manusia.”

            Rio segera berlari keluar kamar dan mendapati sebuah vas bunga di ruang tamu pecah.

Rio: “Ini ulah hantu.. atau pencuri?”

Rio memeriksa seluruh isi apartemennya. Tak ada barang yang hilang. Tak sengaja Rio melihat tong sampah yang tampak lebih penuh dari sebelumnya. Akhirnya ia membuka kulkas satu-satunya di dalam apartemen itu dan terkejut melihat kulkasnya kembali bersih seperti baru.

Rio: “Jangan-jangan.. yang kesini adalah..”

Rio menoleh kea rah pintu dan menyipitkan matanya.

Rio: “Yosh.. aku akan berusaha lebih keras.”

Keesokan harinya Rio pergi ke rumah Steve. Rio datang karena Steve menelfonnya untuk mengobati flunya yang tak kunjung sembuh.

Rio: “Kau merasa pusing?”

Steve: “Tentu saja.. hatchoo..”

Rio: “Apa kau merasa mual atau merasa sulit untuk makan?”

Steve: “Tidak, aku hanya flu biasa tapi entah hatchoo.. kenapa tak kunjung hatchoo.. sembuh.. haah..”

Rio: “Baiklah kalau begitu aku akan menuliskan beberapa obat yang bisa membantumu.”

Soria datang membawa baskom berisi air hangat dan handuk kecil  dari arah dapur menuju ruang tamu karena Steve tidak mau tidur di kamarnya.

Soria: “Bagaimana kau mau sembuh dari flu, kalau kau terus-terusan mengkonsumsi es? Baka.”

Rio: “Eh? Jadi.. penyebabnya itu?”

Soria: “Dia juga begadang hanya untuk menonton pertandingan bola.”

Steve: “Ugh.. hatchoo..”

Rio: “Ini beberapa obat yang bisa kau cari di apotik. Diminum 3 kali dalam sehari. Ingat, jangan begadang dan minum es selama seminggu.”

Soria: “Kau tenang saja, aku akan merawatmu.”

Steve: “Haii.. hatchoo..”

Soria mengantarkan Rio sampai di depan pagar rumah. Sebelum pulang Rio memberanikan diri untuk mengajak Soria mengobrol.

Rio: “Kemarin ada yang memecahkan vas bungaku.”

            Glek. Soria mendadak pucat dan gugup.

Rio: “Sepertinya ada kucing yang memecahkannya.”

Soria: “E-Ehm.. mungkin kau harus lebih hati-hati lagi.”

Rio: “Tapi kucing yang satu ini istimewa.”

Soria: “Heh?”

Rio: “Karena dia bisa membersihkan kulkasku yang penuh makanan sisa.”

Soria ingin sekali menendang pria di hadapannya ini ke Antartika. Soria sampai gemetar karena takut ketahuan. Mau ditaruh dimana harga diri yang dia junjung mati-matian. Namun sebuah tangan lembut mengusap puncak kepalanya.

Rio: “Aku akan merindukanmu selama seminggu. Jaga kesehatanmu juga agar tak tertular flu.”

Soria: “Ehm..”

Rio pulang mengendarai sepeda motornya. Soria masih berdiri di depan pagar, menghela nafas berat sebelum akhirnya mengambil langkah kembali masuk ke dalam rumah. Keesokan harinya Rio bekerja seperti biasa di UKS. Hanya ada Rio dan dua murid yang sedang berbaring karena kelelahan berolahraga.

Student 1: “Dokter Jung, boleh aku bertanya?”

Rio: “Tentu, ada apa?”

Student 1: “aku ingin sekali menjadi dokter, tapi aku tak yakin kalau aku mampu. Aku merasa tak memiliki kemampuan dalam hal apapun. Aku takut mengecewakan orang-orang di sekitarku.”

Rio: “Kalau kau berkeinginan keras ingin menjadi apa yang kau inginkan, kau pasti bisa mewujudkannya. Dulu, aku juga tak yakin bisa menjadi seorang dokter, tapi kemudian aku berpikir meskipun di kelas banyak teman-teman yang lebih pintar tapi aku juga memilii kesempatan yang sama dan tekad yang lebih besar dan aku percaya aku pasti bisa mewujudkan appaun mimpiku.”

Murid itu sampai berbinar-binar mendengar penuturan Rio. Rio selalu percaya bahwa segala yang ia usahakan akan mendapat hasil yang juga sepadan. Ia percaya akan keajaiban dari kerja keras dan doa yang tak henti dilakukan.

Student 1: “Wuaaahh…”

Rio: “Kau juga pasti bisa.”

Studen 1: “Jeongmal?”

Rio: “Ne. asalakan kau melakukan segalanya dengan tulus. Apapun pasti bisa.”

Student 1: “Ne, aku akan berjuang sekuat tenaga.”

Rio: “Yosh! Semoga berhasil.”

Kruyuuukk. Seperti bunyi suara perut yang lapar. Wajah murid itu sedikit meerah menahan malu.

Rio: “Kau lapar?”

Student 1: “Em.. ne..”

Rio: “Tunggulah disini, aku akan ambilkan makanan sehat untuk kalian. Ini sudah masuk jam makan siang. Ingat, calon dokter masa depan harus menjaga kesehatannya.”

Student 1: “Ne~”

Rio: “Aku pergi dulu.”

Seminggu telah berlalu dan Steve sudah sembuh total dari flu yang di deritanya. Soria juga sudah bebas tugas dalam merawat Steve yang sakit. Soria dan Rio tak sengaja berada di koridor yang sama.

Rio : “Yah.. aku tak bisa pulang bersamamu lagi.”

Soria : “Aku tidak berminat.”

Rio: “Kau.. waktu itu cemburu pada Rose?”

Soria: “K-Kapan? Aku tidak pernah cemburu.”

Rio: “Jangan pura-pura.. aku tahu kok.”

Soria: “Seharusnya aku tak usah sekolah hari ini.”

Hari itu Rio habiskan dengan terus menggoda Soria. Jam pulang sekolah pun tiba. Semua murid keluar dari gedung besar tempat mereka menimba ilmu. Pulang ke rumah masing-masing. Soria bergegas kembali ke kantor meninggalkan Rio seorang diri di koridor.  Sepulang dari sekolah Soria dan Steve pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari di salah satu supermarket besar. Hanya Soria yang berbelanja sementara Steve menunggu di mobil. Tak sengaja saat Soria memilih-milih sayuran, kereta belanjanya bersenggolan dengan kereta belanja orang lain.

Soria: “Eh, mianhae.. apa kau tidak apa-apa? Eh.. Rose.. eonni..”

Rose: “Gwenchana.. Soria?”

Keduanya sama-sama terdiam sesaat merasakan atmosfir yang sangat canggung dan tidak nyaman. Menyadari hal itu Rose memecah keheningan sambil tersenyum.

Rose: “Jangan khawatir.. cinta Rio selalu untukmu.”

Soria: “Eh?”

Rose: “Aku duluan ya.. sedang buru-buru, kapan-kapan ayo jalan bersama.”

Rose segera menuju meja kasir dan membayar semua belanjaannya. Hatinya sekarang sedikit lebih lega setelah mengetahui kebenaran. Setidaknya ia belum terlambat untuk mengetahui kebenarannya. Soria mulai lelah dengan segala pertemuan-pertemuan tak terduga ini. Jika dipikir-pikir lagi bukankah Soria yang saat itu masih sekolah terlalu cepat mengambil kesimpulan hanya karena sebuah foto. Karena emosi cinta mudanya yang tidak stabil dan pikirannya yang belum matang dalam mengolah informasi. Jadi.. sebenarnya yang membuat hubungannya dan Rio berakhir adalah.. dirinya sendiri? Ia sekarang masih bersikeras tak mencintai Rio karena egonya sendiri? Rasanya Soria ingin menemui dirinya di masa lalu dan memukul kepalanya.


To be continued....

See ya on the next post!
Bye bye~

No comments:

Post a Comment