Friday, September 20, 2019

Game Center Chp.15


Yooo minna-san tachi... mohon maap yak karena lama banget update story yang satu ini dikarenakan kesibukan pekerjaan yang lain. So selamat dinikmati. dan kalau bisa kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan /berasa kayak kata pengantar dahh douzo~





Soria: “Dasar licik!”

Soria membanting berkas yang ada di tangannya ke atas meja rapat yang tak bersalah. Sementara Rio buru-buru keluar dari ruangan rapat sebelum diamuk oleh Soria. Keesokan harinya setelah kegiatan di sekolah usai Rio mengajak Soria atau lebih tepatnya memaksanya untuk ikut dengannya ke toko peralatan olahraga di pusat kota. 

Soria: “Kenapa kau membawa sepeda motor?”

Rio: “Yang aku tahu kau lebih suka berkendara menggunakan kendaraan roda dua. Jadi, aku bawa motor saja.”

Soria: “Lalu bagaimana membawa peralatannya?”

Rio: “Minta diantarkan saja. lagipula jika membawa mobil pribadi tidak akan muat.”

Soria: “Nani? Itu butuh tambahan biaya.”

Rio: “Tenang saja, uangnya terlampau cukup.”

Soria dengan enggan memakai helm yang disodorkan oleh Rio. sebenarnya ia cukup canggung untuk duduk berboncengan denganRio tapi apa boleh buat. Mereka sampai di toko peralatan olahraga dengan waktu tempuh 30 menit. Sang penjual sangat ramah dan sealu menyebutkan kelebihan dan kekurangan tiap jenis peralatan yang berbeda-beda bahannya. Beruntungnya mereka mendaptkan potongan harga karena membeli banyak alat olahraga. Peralatan yang dibeli langsung diantar sore itu juga ke sekolah. Soria dan Rio pun kembali ke sekolah untuk mengatur letak peralatan yang dibeli dibantu beberapa staff dan guru. 

Rio: “Ayo pulang.”

Soria: “Aku bisa pulang sendiri.”

Rio: “Kau yakin?”

Soria: “Aku ingin tanya, dari maan kau dapatkan semua uang itu?”

Rio: “Uangnya? Itu semua uangmu.”

Soria: “Huh? Uang.. apa?”

Rio: “Kau ingat, semua uang yang kau gunakan untuk membayar apartemen saat kau pergi?”

Soria: “Ne.”

Rio: “Seemua uang itu aku ganti. Aku tak mau menggunakan uang itu sementara kau tak menggunakan apartemen itu juga. Aku berharap bisa menemukanmu secepatnya agar uang itu bisa kukembalikan, ternyata uang itu bisa digunakan di saat-saat seperti ini.”

Soria: “Arigatoo. Aku pulang duluan.”

Rio tak menyerah. Ia terus mengikuti langkah Soria menuju halte sambil mengendarai motornya dengan pelan. Tiba-tiba Soria menghentikan langkahnya saat melihat sosok seorang wanita berdiri tak jauh dari halte bis. Soria masih ingat dengan wanita itu. Rio pun sama terkejutnya dan tak menyangka Rose dan Soria akan bertemu secepat ini.

Soria: “Kekasihmu sudah datang.”

Rio: “Huh? Rose?”

Rose: “Kau bawa kendaraan? Ku kira kau tak membawa kendaraan karena mobilmu terparkir di basement apartemen jadi aku kesini untuk menemanimu pulang. Eh?”

Soria: “Hai.”

Rose: “Rio, ini adikmu yang waktu itu? Senang bertemu denganmu.”

Soria: “Ne.”

Rio: “Rose..”

Soria: “Antarkan saja Rose Eonni terlebih dahulu. Bisnya sudah sampai di halte.”

Soria baru selangkah menuju bis yang menunggunya namun Rio menarik lengan kanannya untuk menghentikan langkahnya. Rio sudah memutuskan untuk menyudahi semua kebohongan ini dan kesalahpahaman yang terjadi.

Rio: “Rose, mianhae.. dia bukan adikku.”

Rose: “Eh? M-Maksudmu?”

Rio: “Dia kekasihku.”

Rose: “O-Oh.. ne. Tentu saja.”

Soria: “Itu lima tahun yang lalu.”

Soria berlari secepat mungkin menaiki bis yang hendak meninggalkannya. Rio tak mengejarnya. Tak juga memanggil namanya. Jika ia meninggalkan Rose disini ia akan lebih merasa bersalah.

Rio: “Aku minta maaf karena tak bisa membalas perasaanmu. Kau selalu baik padaku selama kita saling mengenal. Tapi aku hanya bisa menerimamu sebagai teman baikku dan seorang rekan kerja dalam dunia model.”

Rose: “Tidak, seharusnya akulah yang minta maaf.”

Rio: “Mianhae Rose.. aku bukanlah orang baik untukmu. Mianhae untuk segalanya, mianhae membuatmu terluka.”

Rose: “Gwenchana.”

Rio: “Rose..”

Rose: “Bolehkah aku meminta satu hal?”

Rio: “Jika bisa kulakukan.”

Rose: “Maukah kau putus dengannya dan memilihku?”

Rio: “Mianhae.. aku tidak bisa.”

Rose: “Heh.. sudah kuduga.”

Rose menangis terisak-isak. Rio membiarkannya menangis, tak berusaha menenangkan wanita itu karena ia tahu, Rose ingin seperti ini saja untuk beberapa menit ke depan. Menangis adalah bentuk kemarahan yang tak dapat ia lampiaskan pada orang lain. Rio tahu Rose sangat kecewa dan marah karena itu ia membiarkan Rose menangis sepuasnya lalu mengantarnya pulang. Keesokan harinya Steve memaksakan diri untuk datang ke sekolah.

Student 1:”Annyeong Mr. Steve.”

Steve: “Annyeonghaseyo.”

Teacher 4: “Mr.Steve, anda sudah sembuh?”

Steve: “Lumayan.. hatchoo..”

Akisa: “Wah, kau masih sakit?”

Steve: “Tidak juga, pileknya saja yang masih belum berhenti.”

Riyuka: “Hidungmu bahkan masih merah seperti badut.”

Steve: “Hng.. ngomong-mngomong kalian sedang apa di sini?”

Akisa: “Tentu untuk membantu gotong royong hari ini! Kau ini bagaimana sih?”

Riyuka: “Sudahlah, kau cukup lihat dari pinggir lapangan saja.”

Akisa: “Ne, Soria hari ini kegiatannya hanya gotong royong saja kan?”

Soria: “Haii memangnya kenapa?”

Akisa: “Bagaimana kalau setelah kegiatan ini kita ke game centre? Aku mau mendapatkan nendoroid anime terbaru.”

Steve: “Astaga.. kenapa tidak beli saja di toko?”

Akisa: “Jika bisa didapat dengan keberuntungan kenapa harus beli pakai uang?”

Riyuka: “Prinsip macam apa itu?”

Akisa: “Ayolah.. kau pasti juga mau ke sana kan Soria? Kau tak rindu pada dance machine disana?”

Soria: “Yah.. tidak juga sih, tapi boleh juga agar tidak bosan di rumah.”

Akisa: “YAAAAYYYY!!!”

Steve: “Sebaiknya kalian mulai kegiatannya!”

Semua warga sekolah bergotong-royong menanam pohon Sakura dan membersihkan halaman sekolah. Bahkan ada orangtua siswa yang ikut membantu dan menyiapkan camilan. Rio yang seari tadi membantu mengarahkan siswa menghampiri Soria dengan wajah sumringah.

Rio: “Berita bagus, ada dua perusahaan yang bersedia menjadi donatur sekolah.”

Soria: “Honto? Yokatta..”

Rio: “Ehm.. kau tak marah soal kejadian kemarin?”

Soria: “Tentu aku marah. Kau membuat wanita lain terluka.”

Rio: “Masalahnya sudah selesai, kau tak perlu mengkhawatirkan Rose.”

Soria: “Aku tak mengkhawatirkan Rose Eonni.”

Rio: “Kau ini.. selalu menyembunyikan segala sesuatu tentang perasaan.”

Rio mengusap pelan kepala Soria sebelum berjalan menghampiri Steve yang hanya berdiam diri di pinggir lapangan sambil melahap roti isi. Semua siswa sangat antusias dengan kegiatan gotong-royong, meskipun terkadang mereka sangat sulit untuk di arahkan dan suka bermain-main hingga baju mereka kotor tapi mereka menikmati kegiatan tersebut. Steve hanya bisa mengawasi dari pinggir lapangan dan sesekali bersin.


Segini dulu yaaa. kira-kira bagaimana ya kelanjutan cerita dan ending dari story ini??? story ini akan berakhir dalam beberapa episode lagi. so stay tune yaaakk. Bye bye~ see ya on the next post

No comments:

Post a Comment