Thursday, July 12, 2018

Game Center Chp.13


KOnbanwa Minna-san~~~ yuhuyyy Tory kambek bawa chapter terbaru nihhh.. jangan lupa follow and share yaaa~




Soria: “Sumimasen..”

Rio: “Haii, oh, ada apa anda datang kemari? Apa ada siswa yang sakit?”

Soria: “Iie, saya hanya memeriksa ruangan ini saja. apakah an-“

Rio: “Katakan padaku, kemana saja kau selama lima tahun ini? Aku mencarimu tapi kau tak ada dimanapun.”

Soria: “Apa maksudnya ini?”

Rio: “Jawab dulu pertanyaanku, kenapa kau menghilang tiba-tiba?”

Soria: “Itu sudah masa lalu.”

Rio: “Hari itu.. kau datang kan?”

Soria tahu itu adalah hari terakhirnya ke apartemen itu. Benar0-benar yang terakhir kalinya hanya untuk menepati janjinya. Saat itu i percaya apa yang ia lakukan sudah tepat. Benar-benr pilihan yang tak akan ia seali seumur hidupnya. Tapi nyatanya ia masih bertemu dengan Rio hari ini bahkan setelah lima tahun ia tak pernah bertukar kabar.

Rio: “Soria?”

Soria: “Sudah.”

Rio: “Eh?”

Soria: “Jangan diteruskan. Kita tak ada hubungan apa-apa lagi sejak lima tahun yang lalu dan hingga sekarang. Hubungan kita tak lebih dari sekedar kau mahasiswa yang sedang praktik dan aku pemilik sekolah ini.”

Rio: “Iie! Aku tak pernah setuju kalau kita putus. Aku tak pernah menginginkan hal ini terjadi, ak-“

Soria: “Apa ruang UKS nya nyaman? Kau tak kekurangan sesuatu apapun?”

Rio: “Soria ja-“

Soria: “Ku harap jawabnmu, ya. Kalau begitu saya permisi. Semoga kau bisa bekerja lebih profesional lagi.”

Rio tak bisa mencegah kepergian Soria. Bahkan hanya untuk memanggilnya kembali saja ia tak bisa. Keesokan harinya Rio sengaja membawa boneka beruang baby blue ke UKS untuk dipajang karena ruang UKS itu didominasi warna putih saja.

Steve: “Kenapa ada boneka beruang di sini?”

Rio: “Ku pikir siswa akan merasa nyaman dengan UKS jika ada boneka berwarna lembut.”

Steve: “Satu saja ya. jangan membawa lebih lagi.”

Rio: “Ne.”

Steve meninggalkan ruang UKS. Tak sampai satu menit Steve pergi, pintu UKS sudah terbuka lagi. Menampilkan sosok wnaita muda yang menggendong seorang siswi.

Soria: “Dokter, anak ini sesak nafas!”

Rio: “Baringkan!”

Rio memeriksa kondisi siswi tersebut dengan teliti serta memberinya oksigen. 

Soria: “Apa dia baik-baik saja?”

Rio: “Tak apa, dia hanya perlu istirahat sepertinya ia sesak nafas karena alergi. Saya titip siswi ini dulu, saya ingin mengangkat telfon sebentar.”

Soria: “N-Ne.”

Tinggallah Soria di ruangan itu bersama siswi yang ia bawa tadi. Ia sudah akrab dengan suasana UKS sejak ia tak lagi tinggal satu apartemen bersama Rio. Tanpa sengaja ia melihat boneka baby blue yang dipajang Rio. Soria mengusap boneka itu perlahan. Masih lembut seperti lima tahun yang lalu, berarti Rio benar-benar merawat boneka itu. Tanpa Soria sadari Rio sudah masuk ke ruang UKS.

Soria: “Hello Mr.Bear, apa kau menepati janjimu? Ku harap kau menepatinya. Terus temani dia ya.”

Rio: “Kau sedang apa?”

Soria: “H-Hanya melihat bonekanya. M-Memangnya kenapa?”

Rio: “Kau masih menyukainya?”

Soria: “Iie, boku wa-“

Rio: “Kau boleh membawanya.”

Soria: “Eh?”

Rio: “Dia milikmu. Kau berhak membawanya.”

Soria: “Kau yang memberikannya padaku dan aku sudah tak membutuhkannya lagi. Jadi.. ku kembalikan padamu.”

Soria berjalan keluar UKS meninggalkan Rio dengan helaan nafas yang panjang. Soria merasa kesal dengan dirinya yang tak bisa bersikap biasa saja. ia enggan mengakui bahwa rasa cinta itu benar-benar masih ada, tertinggal dalam memori-memori yang tak mau ia buka. 

Christine: “Berusahalah! Sedikit lagi, jangan terlalu memkasanya.”

Rio: “Ne.”

Christine: “Bagaimana kalau kau ajak dia pulang bersama?”

Rio: “Dia benar-benar keras kepala. Lagipula ia selalu pulang dengan sepupunya yang notabene sekertarisnya.”

Christine: “Mengajaknya makan siang bersama?”

Rio: “Dia selalu bawa bekal dari rumah.”

Christine: “Berkunjung ke rumahnya?”

Rio: “Dia tak mau memberikan alamatnya.”

Christine: “Benar juga. Apa dalam waktu dekat ini akan ada kegiatan sekolah?”

Rio: “Tidak ada. Mianhae sudah mengganggumu.”

Christine: “Hm.. tak apa. Semoga segalanya berjalan dengan baik.”

Rio: “Ne.”

Sudah seminggu Rio mengabdi di UKS sekolah dan pada hari Senin yang cerah ini Rio sengaja tak membawa kendaran pribadi ke sekolah. Butuh waktu tempuh satu jam bagi Rio agar bisa sampai ke sekolah dengan kendaraan umum. Sesampainya di sekolah ia bertegur sapa dengan para staf dan murid-murid yang sudah tiba di sekolah sepeti biasa. Selama perjalanan Rio menuju UKS ia tak melihat Steve. Biasanya sekertaris Soria itu akan berkeliling sekolah memastikan segalanya baik-baik saja layaknya komite kedisiplinan.

Rio: “Permisi, apa Steve-ssi hari ini tidak masuk?”

Teacher 1: “Eh? Ne, Steve-ssi tidak masuk hari ini. Ia terkena demam.”

Rio: “Baiklah, terima kasih.”

Teacher 1: “Sama-sama.”

Rio bergembira hati. Itu artinya ia bisa mengajak Soria pulang bersama hari ini. Benar-benar sebuah kebetulan ia tak membawa kendaraan pribadi karena mobilnya sedang di servis. 
 
Jam pulang sekolah tinggal  lima menit lagi tapi hujan deras mengguyur lebih cepat. Beberapa guru yang membaw amobil menawarkan tumpangan pada beberapa murid yang tak membawa payung. Soria sendiri lengkap dengan tas hitam yang ia sandang di bahu kiri berdiri menunggu kepulangan semua murid. Sudah menjadi rutinitasnya setiap hari.

Rio: “Kau tak pulang?”

Soria: “Aku tak bawa payung.”

Rio: “Sama.”

Soria: “Baka.”

Bohong. Rio sebenarnya membawa payung di dalam tasnya karena ia sudah membaca ramalan cuaca tadi pagi.

Rio: “Bagaimana jika hujannya tak reda hingga senja?”

Soria: “Apa pedulimu?”

Rio: “Kau kan pacarku.”

Wajah Soria mendadak memerah. Ia hanya menunduk untuk meyembunyikan rona di wajahnya. Ianilah yang Soria benci dari Rio. Laki-laki di sampingnya ini selalu bisa mengutarakan apa yang ia pikirkan atau ia rasakan tanpa berpikir panjang. Di selalu terbuka dan jujur. Benar-benar membuat jantung Soria lelah.

Soria: “B-Bagiku, kau bukan lagi pacarku.”

Rio: “Tak apa. Berdiri di sisimu ini saja sudah cukup kok. Biar ku beritahu satu hal, kejadian di masa lalu itu hanya salah paham.”

Soria” Aku tidak-“

Rio: “DENGARKAN AKU SEBENTAR!”

Soria lantas menatap Rio yang lebih tinggi darinya 18cm. Baru kali ini Rio membentaknya seperti itu dan karena egonya, Soria tidak terima dan balas menatap Rio dengan sengit. Menyadari perubahan emosi Soria, Rio melembutkan pandangannya dan menurunkan volume suaranya.


TO BE CONTINUED~~~

No comments:

Post a Comment