Yakkk... ini dia chapter ke-3. okke, Tory nggak akan basa-basi sampai basi karena kondisi Tory yang mendadak drop... happy reading
Mereka saling melempar pandangan
satu sama lain. 1 detik.. 2 detik.. 3 detik...
Rio: “JADI KAU PEMILIK SEMUA SAMPAH-SAMPAH INI?”
Soria: “INI BUKAN SAMPAH!”
Rio: “Aigo, kenapa aku bisa-bisanya tinggal satu apartemen dengan
bocah sepertimu?” (meletakkan kardus di lantai)
Soria: “Aku bukan bocah!”
Rio: “Bereskan semua barang-barangmu ini! Membuat berantakan saja.
Begitu aku kembali semuanya harus beres.”
Soria: “Memangnya Oppa mau kemana?”
Rio: “Bekerja.” (bergegas menuju pintu sambil menenteng tas)
BLAM. Rio menghilang
dari ruang tengah apartemen. Soria menghela nafas dan mengedarkan pandangannya
ke seisi ruangan. Apartemen yang ia tempati ini cukup luas, ada 3 kamar tidur,
2 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang tamu dan ruang keluarga.
Soria: “Baikklah, ayo bekerja keras Soria!”
Soria mulai
memindahkan kardus-kardus ke kamarnya dan menata isinya dengan rapi di setip
sudut kamar sesuai seleranya. Ia menggeser kasur berukuran single size ke
tengah-tengah kamar dan memasang tirai yang menjuntai seperti kanopi di
langit-langit kamar berwarna baby blue dan royal blue. Ia suka hal-hal yang
bergaya Eropa dan vintage. Saking banyaknya barang yang ia bawa hingga Rio
pulang pun beberapa kardus masih berserakan di ruang tengah. Soria suka membaca
buku dan 3 kardus yang ia bawa isinya adalah buku.
Rio: “Hei, bocah, kenapa belum selesai juga?”
Soria: “Eh? Mianhae, barang-barangku ternyata sangat banyak
hehehe..”
Rio merasa
apartemen itu menjadi sempit namun lebih berwarna dari sebelumnya. Jam sudah
menunjukkan pukul 07.00 malam namun tak ada tanda-tanda Rio akan membantu
Soria.
Rio: “Kamar
mandiku di sebelah kiri dan kau di sebelah kanan. Selama kita tinggal dalam
satu tempat yang sama aku tak ingin di repotkan olehmu.”
Soria: “Tenang saja, aku tak akan merepotkan Oppa.”
30 menit
kemudian ritual beres-beres Soria telah selesai dan ia bergegas mandi. Kamar
mandinya sesuai standar orang Korea pada umumnya. Usai mandi, Soria pergi ke
dapur untuk membuat makanan.
Soria: “Oppa, kau sudah makan malam?”
Rio
: “Ne.” (sambil membaca buku)
Soria: “Hm.. souka..”
Soria
melanjutkan kegiatan memasaknya. Usai makan ia duduk di tepi kasurnya, berniat
menelefon Riyuka. Tiba-tiba ia teringat sesuatu...
Soria: “Boneka ku!”
Soria
memeriksa kolong kasurnya, lemari, kamar mandi, kardus-kardus bahkan tempat
sampah tak luput dari pemeriksaannya tapi hasilnya nihil. Rio mengacuhkan semua
kelakuan gadis itu yang tak henti mondar-mandir dan berisik di hari pertama
kepindahannya. Hari mulai hujan dan jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam.
Soria berasumsi kalau boneka itu tertinggal di kost lamanya.
Soria: “Jangan-jangan.. masih di kost? Aigoo”
Rio: “Kau ini
kenapa sih? Sejak tadi membuat suara berisik, aku tidak bisa konsentrasi
membaca buku.”
Soria: “Oppa,
aku mau pergi dulu dan akan pulang malam. Tolong jangan kunci pintunya!” (sambil
memakai mantel)
Rio: “Hei, kau mau kemana bocah?”
Soria: “Aku akan pergi ke kost. Bonekaku tertinggal.”
Rio: “Di luar sepertinya hujan.”
Soria: “Aku akan naik taksi atau bus menuju kesana. Ingat,
jangan kunci pintunya!”
BLAM. Soria
sudah pergi dan Rio tetap tak bergeming dari acara membacanya. Ia terbiasa
tidur larut malam tanpa suatu kepentingan. Tak terasa sudah 1 jam Soria pergi
dan belum kembali. Seharusnya jika boneka itu ada di kost maka ia sudah kembali
saat ini. Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Rio sudah meminum kopi
kalengnya yang ke-2 dan televisi yang ia nyalakan 5 menit yang lalu menyiarkan
berita terkini bahwa diluar sedang terjadi badai dan masyarakat dihimbau tidak
bepergian jauh. Rio sedikit kaget, apakah ia harus menjemput Soria? Hei, Rio
itu orang yang super cuek terhadap orang yang baru dikenal. Tapi jika ia tak
mencari tahu keadaan bocah itu maka ia bisa masuk breaking news karena
menelantarkan teman satu apartemen.
Rio:”Ck..”
Rio sudah
mengenakan mantelnya dan membawa kunci mobil. Saat membuka pintu, sesosok
makhluk yang gemetaran, kulitnya pucat dan basah kuyup sambil memeluk boneka
beruang baby blue besar yang ikut basah kuyup. Rio bukan orang yang penakut
soal hantu. Rio menariknya masuk dan meletakkan handuk di kepalanya seraya
mengambil boneka baby blue dari pelukan sosok yang notabene adalah Soria. Rio membawa boneka itu ke kamar mandi dan
meletakkannya di keranjang baju kotor.
Rio: “Mandilah lagi dan cepat keringkan dirimu. Kau membuat
apartemenku kotor.”
Ya, dia adalah
Soria. Gadis itu berjalan gontai menuju kamar mandi sambil membawa bonekanya.
Rio? Jangan ditanya, ia sudah duduk manis di depan TV kesayangannya. Soria
sudah selesai mandi dan berniat untuk tidur namun tenggorokannya terasa kering
dan panas. Tengah malam, Soria mengigau tak karuan. Demam. Rio yang mendengar
igauan rekan seatapnya itu jadi tak bisa tidur. Ia pun masuk ke kamar Soria
dengan membawa baskom berisi air hangat dan handuk.
Rio: “Jangan
harap aku akan baik hati seperti ini padamu dua kali. Kau berhutang budi
padaku, bocah.”
Rio yang
notabene adalah mahasiswa kedokteran mulai mengompres Soria dan meminumkan
obat penurun demam. Caranya? Caranya
cukup ekstrim dengan menggerakkan kepala Soria ke kiri dan ke kanan pokoknya
sampai Soria yang setengah sadar menelan obatnya dan Rio bisa melanjutkan tidur
dengan damai. Keesokan paginya...
Rio: “Aku jadi terlambat kerja gara-gara kau!” (sambil
memasang mantel)
Soria: “Aku kan sudah minta maaf! Ini bekal untukmu.”
Soria menyodorkan
sebuah kotak bekal pada Rio. Rio mengambil kotak bekal tersebut, membukanya,
dan membuangnya ke tempat sampah. Soria sedikit kaget. Sudah sejak subuh mereka
bertengkar dan tak kunjung selesai.
To Be Continue~
No comments:
Post a Comment