Konichiwa Minna-san!!!!! Tory kembali hadir membawakan Story Game Center yang udah sampai di chapter 18 aja iiihhhh.... butuh waktu lama untuk mengumpulkan niat ngetik ulang karena Tory terbiasa nulis ceritanya di buku tulis dengan tulisan tangan.
Semoga wabah ini segera berlalu dan kita segera bertemu yaaa... duh kangen keluar kota...
Soria P.O.V: “Dasar ceroboh! Bagaimana jika yang masuk
adalah pencuri?”
Soria masuk
dengan pelan. Di intipnya kamar Rio. ternyata sang pemilik apartemen tengah
tertidur padahal jam baru menunjukkan pukul 15.00 pm. Soria berjalan perlahan
menuju dapur. Di bukanya kulkas rio dan menyeruaklah bau yang bisa membunuh
semua orang termasuk soria jika ia tak memakai masker yang sudah diberi
pengharum. Soria akhirnya membersihkan kulkas Rio dengan suka rela. Setelah bersih Soria hendak pulang namun tasnya tak
sengaja menyenggol vas bunga di ruang tamu.
Rio: “Siapa di sana?”
Soria: “Meow~”
Rio: “Neko?”
Setelah
ebebrapa detik tak ada tanda-tanda Rio akan keluar dari kamarnya, Soria seger
akeluar dari apartemen tersebut dangan berlari secepat mungkin. Baru saja Rio
memejamkan mata tapi sedetik kemudian ia membuka matanya lagi da duduk di
kasurnya.
Rio: “Mana ada kucing yang mengerti pertanyaan manusia.”
Rio segera berlari keluar kamar dan mendapati sebuah vas
bunga di ruang tamu pecah.
Rio: “Ini ulah hantu.. atau pencuri?”
Rio memeriksa seluruh isi
apartemennya. Tak ada barang yang hilang. Tak sengaja Rio melihat tong sampah
yang tampak lebih penuh dari sebelumnya. Akhirnya ia membuka kulkas
satu-satunya di dalam apartemen itu dan terkejut melihat kulkasnya kembali
bersih seperti baru.
Rio:
“Jangan-jangan.. yang kesini adalah..”
Rio menoleh
kea rah pintu dan menyipitkan matanya.
Rio:
“Yosh.. aku akan berusaha lebih keras.”
Keesokan harinya Rio pergi ke rumah
Steve. Rio datang karena Steve menelfonnya untuk mengobati flunya yang tak
kunjung sembuh.
Rio: “Kau
merasa pusing?”
Steve:
“Tentu saja.. hatchoo..”
Rio: “Apa
kau merasa mual atau merasa sulit untuk makan?”
Steve: “Tidak, aku hanya flu biasa
tapi entah hatchoo.. kenapa tak kunjung hatchoo.. sembuh.. haah..”
Rio:
“Baiklah kalau begitu aku akan menuliskan beberapa obat yang bisa membantumu.”
Soria datang membawa baskom berisi
air hangat dan handuk kecil dari arah
dapur menuju ruang tamu karena Steve tidak mau tidur di kamarnya.
Soria:
“Bagaimana kau mau sembuh dari flu, kalau kau terus-terusan mengkonsumsi es?
Baka.”
Rio: “Eh?
Jadi.. penyebabnya itu?”
Soria: “Dia
juga begadang hanya untuk menonton pertandingan bola.”
Steve: “Ugh..
hatchoo..”
Rio: “Ini beberapa
obat yang bisa kau cari di apotik. Diminum 3 kali dalam sehari. Ingat, jangan
begadang dan minum es selama seminggu.”
Soria: “Kau
tenang saja, aku akan merawatmu.”
Steve:
“Haii.. hatchoo..”
Soria mengantarkan Rio sampai di
depan pagar rumah. Sebelum pulang Rio memberanikan diri untuk mengajak Soria
mengobrol.
Rio:
“Kemarin ada yang memecahkan vas bungaku.”
Glek. Soria
mendadak pucat dan gugup.
Rio:
“Sepertinya ada kucing yang memecahkannya.”
Soria:
“E-Ehm.. mungkin kau harus lebih hati-hati lagi.”
Rio: “Tapi
kucing yang satu ini istimewa.”
Soria:
“Heh?”
Rio:
“Karena dia bisa membersihkan kulkasku yang penuh makanan sisa.”
Soria ingin sekali menendang pria di
hadapannya ini ke Antartika. Soria sampai gemetar karena takut ketahuan. Mau
ditaruh dimana harga diri yang dia junjung mati-matian. Namun sebuah tangan
lembut mengusap puncak kepalanya.
Rio: “Aku
akan merindukanmu selama seminggu. Jaga kesehatanmu juga agar tak tertular
flu.”
Soria:
“Ehm..”
Rio pulang mengendarai sepeda
motornya. Soria masih berdiri di depan pagar, menghela nafas berat sebelum
akhirnya mengambil langkah kembali masuk ke dalam rumah. Keesokan harinya Rio
bekerja seperti biasa di UKS. Hanya ada Rio dan dua murid yang sedang berbaring
karena kelelahan berolahraga.
Student 1:
“Dokter Jung, boleh aku bertanya?”
Rio:
“Tentu, ada apa?”
Student 1: “aku
ingin sekali menjadi dokter, tapi aku tak yakin kalau aku mampu. Aku merasa tak
memiliki kemampuan dalam hal apapun. Aku takut mengecewakan orang-orang di sekitarku.”
Rio: “Kalau kau
berkeinginan keras ingin menjadi apa yang kau inginkan, kau pasti bisa
mewujudkannya. Dulu, aku juga tak yakin bisa menjadi seorang dokter, tapi
kemudian aku berpikir meskipun di kelas banyak teman-teman yang lebih pintar
tapi aku juga memilii kesempatan yang sama dan tekad yang lebih besar dan aku
percaya aku pasti bisa mewujudkan appaun mimpiku.”
Murid itu sampai berbinar-binar
mendengar penuturan Rio. Rio selalu percaya bahwa segala yang ia usahakan akan
mendapat hasil yang juga sepadan. Ia percaya akan keajaiban dari kerja keras
dan doa yang tak henti dilakukan.
Student 1:
“Wuaaahh…”
Rio: “Kau
juga pasti bisa.”
Studen 1:
“Jeongmal?”
Rio: “Ne.
asalakan kau melakukan segalanya dengan tulus. Apapun pasti bisa.”
Student 1:
“Ne, aku akan berjuang sekuat tenaga.”
Rio: “Yosh!
Semoga berhasil.”
Kruyuuukk. Seperti bunyi suara perut
yang lapar. Wajah murid itu sedikit meerah menahan malu.
Rio: “Kau
lapar?”
Student 1:
“Em.. ne..”
Rio: “Tunggulah
disini, aku akan ambilkan makanan sehat untuk kalian. Ini sudah masuk jam makan
siang. Ingat, calon dokter masa depan harus menjaga kesehatannya.”
Student 1:
“Ne~”
Rio: “Aku
pergi dulu.”
Seminggu telah berlalu dan Steve
sudah sembuh total dari flu yang di deritanya. Soria juga sudah bebas tugas dalam
merawat Steve yang sakit. Soria dan Rio tak sengaja berada di koridor yang
sama.
Rio :
“Yah.. aku tak bisa pulang bersamamu lagi.”
Soria :
“Aku tidak berminat.”
Rio: “Kau..
waktu itu cemburu pada Rose?”
Soria:
“K-Kapan? Aku tidak pernah cemburu.”
Rio:
“Jangan pura-pura.. aku tahu kok.”
Soria:
“Seharusnya aku tak usah sekolah hari ini.”
Hari itu Rio habiskan dengan terus
menggoda Soria. Jam pulang sekolah pun tiba. Semua murid keluar dari gedung
besar tempat mereka menimba ilmu. Pulang ke rumah masing-masing. Soria bergegas
kembali ke kantor meninggalkan Rio seorang diri di koridor. Sepulang dari sekolah Soria dan Steve pergi
berbelanja kebutuhan sehari-hari di salah satu supermarket besar. Hanya Soria
yang berbelanja sementara Steve menunggu di mobil. Tak sengaja saat Soria
memilih-milih sayuran, kereta belanjanya bersenggolan dengan kereta belanja
orang lain.
Soria: “Eh, mianhae.. apa kau tidak apa-apa?
Eh.. Rose.. eonni..”
Rose: “Gwenchana.. Soria?”
Keduanya sama-sama terdiam sesaat
merasakan atmosfir yang sangat canggung dan tidak nyaman. Menyadari hal itu
Rose memecah keheningan sambil tersenyum.
Rose: “Jangan khawatir.. cinta Rio selalu
untukmu.”
Soria: “Eh?”
Rose: “Aku duluan ya.. sedang buru-buru,
kapan-kapan ayo jalan bersama.”
Rose segera menuju meja kasir dan
membayar semua belanjaannya. Hatinya sekarang sedikit lebih lega setelah
mengetahui kebenaran. Setidaknya ia belum terlambat untuk mengetahui
kebenarannya. Soria mulai lelah dengan segala pertemuan-pertemuan tak terduga
ini. Jika dipikir-pikir lagi bukankah Soria yang saat itu masih sekolah terlalu
cepat mengambil kesimpulan hanya karena sebuah foto. Karena emosi cinta mudanya
yang tidak stabil dan pikirannya yang belum matang dalam mengolah informasi.
Jadi.. sebenarnya yang membuat hubungannya dan Rio berakhir adalah.. dirinya
sendiri? Ia sekarang masih bersikeras tak mencintai Rio karena egonya sendiri?
Rasanya Soria ingin menemui dirinya di masa lalu dan memukul kepalanya.
To be continued....
See ya on the next post!
Bye bye~
No comments:
Post a Comment