--------------------------------------------------------@Sekolah----------------------------------------------------------------
Rio:
“Ohayou.. eh? Mana Steve? Sakit lagi?”
Soria:
“Iie, ia harus mengurus beberapa hal ke Jepang.”
Rio: “Wah..
kalau begitu kita bisa pulang bersama hari ini.”
Soria:
“Arigatoo, aku sudah meminta Akisa untuk menjemputku hari ini.”
Rio:
“Ayolah..”
Soria:
“Kalau ku bilang tidak, berarti tidak. Kau ini kenapa sih?”
Rio: “Aku
ini sedang berusaha mendapatkan hatimu kembali. Kau ini pura-pura tidak tahu
ya?”
Soria: “Sebaiknya kau kembali ke
ruang kesehatan daripada menghabiskan waktu dengan percuma di ruang kerjaku.”
Rio: “Ini
tidak percuma, Soria.. kau ini..”
GLEGARRR. Dalam hitungan berikutnya
hujan turun dengan deras sesuai perkiraan cuaca pada hari ini.
Rio:
“Sepertinya kau akan pulang denganku.”
Soria:
“Hujan ini tidak akan lama.”
Benar saja, 2 jam kemudian hujan pun
reda. Usai semua murid pulang Soria berdiri di dekat gerbang sekolah menunggu
kedatangan Akisa yang sudha terlambat 10 menit. Rio menghampiri Soria dengan
motornya.
Rio: “Aku
bawa motor lho..”
Soria:
“Sebentar lagi Akisa akan datang.”
Tiba-tiba handphone Soria berdering, telpon
dari Akisa.
Akisa:
“Halo, Soria, maaf aku tak bisa menjemputmu saat ini. Motorku mogok. Gomen ne~”
Soria:
“Berapa lama? Aku bisa menunggu kok.”
Akisa: “Aku
pun tak tahu. Sepertinya akan sangat lama.”
Soria:
“Daijobu.. gomen ne sudah merepotkanmu.”
Akisa:
“Tidak apa-apa.. ja.. na~”
Soria menghela nafas. Ia terlalu
gengsi menerima tawaran Rio. Tidak. Ia hanya takut untuk menyadari bahwa ia
masih mencintai Rio. Rio menepuk-bepuk jok motornya sambil tersenyum senang.
Dengan terpaksa Soria harus mau di bonceng oleh Rio. Hanya butuh waktu tempuh
30 menit untuk sampai di kediaman Soria.
Soria:
“Arigatoo.”
Rio: “Iie..
seharusnya aku yang bilang begitu. Terima kasih sudah mau pulang bersamaku hari
ini.”
Soria:
“U-Um..”
Rio: “Ah,
bagaimana kalau besok kita jalan-jalan? Aku akan mentraktirmu.”
Soria:
“Meskipun besok hari libur nasional aku tak berminat untuk bersantai di luar
rumah.
Rio tiba-tiba saja menautkan jari
kelingking kirinya dengan jari kelingking Soria dengan paksa sambil tersenyum
manis.
Rio:
“Janji, besok kita jalan bersama. Aku akan menjemputmu jam sepuluh.”
Soria menyentakkan tangannya dengan
kasar. Ia tak menolak, tidak juga mengatakan ya. Ekspresinya terlihat kesal dan
ia langsung berjalan masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Rio pergi. Ia tahu ini
tindakan yang tidak sopan, tapi egonya benar-benar tinggi seperti bocah. Rio
sendiri hanya bisa duduk terdiam di atas motornya. Hal paling menakutkan dalam
hubungannya dan Soria adalah, Soria yang selalu memilih diam dan mengambil
keputusan sendiri. Keesokan harinya Soria menyadari seseuatu setelah berpakaian
super rapi bahkan mengenakan makeup tipis.
Soria: “Eh?
Bukannya.. Rio belum tentu akan datang ya?”
TING TONG. Bel rumah Soria
dibunyikan oleh seseorang yang tidak lain dan tidak bukan setelah Soria cek
adalah Rio. Pria ini benar-benar gigih dalam setiap usahanya.
Rio: “Kau
sudah siap? Ayo berangkat sekarang!”
Seperti di hipnotis, Soria tak mengeluarkan
sepatah kata pun setelah menutup pintu rumah dan pergi bersama Rio. Ia
membiarkan Rio mengajaknya ke game center.
Rio: “Nah..
aku akan mentraktirmu.”
Soria:
“Tunggu, kenapa kau menjemputku? Bukankah kemarin aku tak berkata aku setuju?”
Rio: “Bukankah
kita sudah membuat janji? Janji sudah seharusnya ditepati. Ayo bermain
sepuasnya.”
Rio bermain game terlebih dahulu
meninggalkan Soria yang masih mematung di tengah-tengah game center. Ia ingat
dengan janjinya pada Rio 5 tahun yang lalu, bahwa ia akan berada di apartemen
saat Rio kembali dari Hawaii. Tapi ia tak menepati janji itu. Rasa cemburu
terlalu membakar pikiran dan hatinya. Hingga ia lupa dengan segala yang ia
cintai. Tanpa sadar air mata mulai mengalir membasahi pipinya. Membuat
orang-orang yang ada di game center karena ia mulai terisak-isak. Rio yang
melihat kerumunan segera menghampiri.
Rio: “Em..
maaf.. kalian bisa menjauh, ini pacarku. Kenapa? Kau tak suka kesini? Kau
sakit?”
Soria hanya menangis tanpa menjawab
satupun pertanyaan Rio. Karena merasa tak enak dengan pengunjung lainnya Rio
membawa Soria ke taman terdekat dan emngajaknya untuk bicara.
Rio:
“Kenapa kau menangis?”
Soria:
“Maaf..”
Rio: “Maaf
kenapa?”
Soria:
“Untuk semua yang kusebabkan dan janji yang tak ku tepati.”
Rio tahu kemana arah pembicaraan
ini. Ia hanya tersenyum dan menghapus jejak air mata di pipi Soria.
To Be Continued....
See ya on the next post...
Bye bye~
No comments:
Post a Comment