Yooo minna-san tachi... mohon maap yak karena lama banget update story yang satu ini dikarenakan kesibukan pekerjaan yang lain. So selamat dinikmati. dan kalau bisa kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan /berasa kayak kata pengantar dahh douzo~
Soria: “Dasar licik!”
Soria membanting berkas yang ada di tangannya ke atas meja rapat
yang tak bersalah. Sementara Rio buru-buru keluar dari ruangan rapat sebelum
diamuk oleh Soria. Keesokan harinya setelah kegiatan di sekolah usai Rio
mengajak Soria atau lebih tepatnya memaksanya untuk ikut dengannya ke toko
peralatan olahraga di pusat kota.
Soria: “Kenapa kau membawa sepeda
motor?”
Rio: “Yang aku tahu kau lebih suka berkendara menggunakan kendaraan
roda dua. Jadi, aku bawa motor saja.”
Soria: “Lalu bagaimana membawa
peralatannya?”
Rio: “Minta diantarkan saja.
lagipula jika membawa mobil pribadi tidak akan muat.”
Soria: “Nani? Itu butuh tambahan
biaya.”
Rio: “Tenang saja, uangnya terlampau
cukup.”
Soria dengan enggan memakai helm yang disodorkan oleh Rio.
sebenarnya ia cukup canggung untuk duduk berboncengan denganRio tapi apa boleh
buat. Mereka sampai di toko peralatan olahraga dengan waktu tempuh 30 menit.
Sang penjual sangat ramah dan sealu menyebutkan kelebihan dan kekurangan tiap
jenis peralatan yang berbeda-beda bahannya. Beruntungnya mereka mendaptkan
potongan harga karena membeli banyak alat olahraga. Peralatan yang dibeli
langsung diantar sore itu juga ke sekolah. Soria dan Rio pun kembali ke sekolah
untuk mengatur letak peralatan yang dibeli dibantu beberapa staff dan guru.
Rio: “Ayo pulang.”
Soria: “Aku bisa pulang sendiri.”
Rio: “Kau yakin?”
Soria: “Aku ingin tanya, dari maan
kau dapatkan semua uang itu?”
Rio: “Uangnya? Itu semua uangmu.”
Soria: “Huh? Uang.. apa?”
Rio: “Kau ingat, semua uang yang kau
gunakan untuk membayar apartemen saat kau pergi?”
Soria: “Ne.”
Rio: “Seemua uang itu aku ganti. Aku tak mau menggunakan uang itu
sementara kau tak menggunakan apartemen itu juga. Aku berharap bisa menemukanmu
secepatnya agar uang itu bisa kukembalikan, ternyata uang itu bisa digunakan di
saat-saat seperti ini.”
Soria: “Arigatoo. Aku pulang
duluan.”
Rio tak menyerah. Ia terus mengikuti langkah Soria menuju halte
sambil mengendarai motornya dengan pelan. Tiba-tiba Soria menghentikan
langkahnya saat melihat sosok seorang wanita berdiri tak jauh dari halte bis.
Soria masih ingat dengan wanita itu. Rio pun sama terkejutnya dan tak menyangka
Rose dan Soria akan bertemu secepat ini.
Soria: “Kekasihmu sudah datang.”
Rio: “Huh? Rose?”
Rose: “Kau bawa kendaraan? Ku kira kau tak membawa kendaraan karena
mobilmu terparkir di basement apartemen jadi aku kesini untuk menemanimu
pulang. Eh?”
Soria: “Hai.”
Rose: “Rio, ini adikmu yang waktu
itu? Senang bertemu denganmu.”
Soria: “Ne.”
Rio: “Rose..”
Soria: “Antarkan saja Rose Eonni terlebih
dahulu. Bisnya sudah sampai di halte.”
Soria baru selangkah menuju bis yang menunggunya namun Rio menarik
lengan kanannya untuk menghentikan langkahnya. Rio sudah memutuskan untuk
menyudahi semua kebohongan ini dan kesalahpahaman yang terjadi.
Rio: “Rose, mianhae.. dia bukan
adikku.”
Rose: “Eh? M-Maksudmu?”
Rio: “Dia kekasihku.”
Rose: “O-Oh.. ne. Tentu saja.”
Soria: “Itu lima tahun yang lalu.”
Soria berlari secepat mungkin menaiki bis yang hendak
meninggalkannya. Rio tak mengejarnya. Tak juga memanggil namanya. Jika ia
meninggalkan Rose disini ia akan lebih merasa bersalah.
Rio: “Aku minta maaf karena tak bisa membalas perasaanmu. Kau
selalu baik padaku selama kita saling mengenal. Tapi aku hanya bisa menerimamu
sebagai teman baikku dan seorang rekan kerja dalam dunia model.”
Rose: “Tidak, seharusnya akulah yang
minta maaf.”
Rio: “Mianhae Rose.. aku bukanlah orang baik untukmu. Mianhae untuk
segalanya, mianhae membuatmu terluka.”
Rose: “Gwenchana.”
Rio: “Rose..”
Rose: “Bolehkah aku meminta satu hal?”
Rio: “Jika bisa kulakukan.”
Rose: “Maukah kau putus dengannya
dan memilihku?”
Rio: “Mianhae.. aku tidak bisa.”
Rose: “Heh.. sudah kuduga.”
Rose menangis terisak-isak. Rio membiarkannya menangis, tak
berusaha menenangkan wanita itu karena ia tahu, Rose ingin seperti ini saja
untuk beberapa menit ke depan. Menangis adalah bentuk kemarahan yang tak dapat
ia lampiaskan pada orang lain. Rio tahu Rose sangat kecewa dan marah karena itu
ia membiarkan Rose menangis sepuasnya lalu mengantarnya pulang. Keesokan
harinya Steve memaksakan diri untuk datang ke sekolah.
Student 1:”Annyeong Mr. Steve.”
Steve: “Annyeonghaseyo.”
Teacher 4: “Mr.Steve, anda sudah
sembuh?”
Steve: “Lumayan.. hatchoo..”
Akisa: “Wah, kau masih sakit?”
Steve: “Tidak juga, pileknya saja
yang masih belum berhenti.”
Riyuka: “Hidungmu bahkan masih merah
seperti badut.”
Steve: “Hng.. ngomong-mngomong
kalian sedang apa di sini?”
Akisa: “Tentu untuk membantu gotong
royong hari ini! Kau ini bagaimana sih?”
Riyuka: “Sudahlah, kau cukup lihat
dari pinggir lapangan saja.”
Akisa: “Ne, Soria hari ini
kegiatannya hanya gotong royong saja kan?”
Soria: “Haii memangnya kenapa?”
Akisa: “Bagaimana kalau setelah kegiatan ini kita ke game centre?
Aku mau mendapatkan nendoroid anime terbaru.”
Steve: “Astaga.. kenapa tidak beli
saja di toko?”
Akisa: “Jika bisa didapat dengan
keberuntungan kenapa harus beli pakai uang?”
Riyuka: “Prinsip macam apa itu?”
Akisa: “Ayolah.. kau pasti juga mau ke sana kan Soria? Kau tak
rindu pada dance machine disana?”
Soria: “Yah.. tidak juga sih, tapi
boleh juga agar tidak bosan di rumah.”
Akisa: “YAAAAYYYY!!!”
Steve: “Sebaiknya kalian mulai
kegiatannya!”
Semua warga sekolah bergotong-royong menanam pohon Sakura dan
membersihkan halaman sekolah. Bahkan ada orangtua siswa yang ikut membantu dan
menyiapkan camilan. Rio yang seari tadi membantu mengarahkan siswa menghampiri
Soria dengan wajah sumringah.
Rio: “Berita bagus, ada dua
perusahaan yang bersedia menjadi donatur sekolah.”
Soria: “Honto? Yokatta..”
Rio: “Ehm.. kau tak marah soal
kejadian kemarin?”
Soria: “Tentu aku marah. Kau membuat
wanita lain terluka.”
Rio: “Masalahnya sudah selesai, kau
tak perlu mengkhawatirkan Rose.”
Soria: “Aku tak mengkhawatirkan Rose
Eonni.”
Rio: “Kau ini.. selalu
menyembunyikan segala sesuatu tentang perasaan.”
Rio mengusap pelan kepala Soria sebelum berjalan menghampiri Steve
yang hanya berdiam diri di pinggir lapangan sambil melahap roti isi. Semua
siswa sangat antusias dengan kegiatan gotong-royong, meskipun terkadang mereka
sangat sulit untuk di arahkan dan suka bermain-main hingga baju mereka kotor
tapi mereka menikmati kegiatan tersebut. Steve hanya bisa mengawasi dari
pinggir lapangan dan sesekali bersin.
Segini dulu yaaa. kira-kira bagaimana ya kelanjutan cerita dan ending dari story ini??? story ini akan berakhir dalam beberapa episode lagi. so stay tune yaaakk. Bye bye~ see ya on the next post
No comments:
Post a Comment