KOnbanwa Minna-san~~~ yuhuyyy Tory kambek bawa chapter terbaru nihhh.. jangan lupa follow and share yaaa~
Soria: “Sumimasen..”
Rio: “Haii, oh, ada apa anda datang
kemari? Apa ada siswa yang sakit?”
Soria: “Iie, saya hanya memeriksa
ruangan ini saja. apakah an-“
Rio: “Katakan padaku, kemana saja kau selama lima tahun ini? Aku
mencarimu tapi kau tak ada dimanapun.”
Soria: “Apa maksudnya ini?”
Rio: “Jawab dulu pertanyaanku,
kenapa kau menghilang tiba-tiba?”
Soria: “Itu sudah masa lalu.”
Rio: “Hari itu.. kau datang kan?”
Soria tahu itu adalah hari terakhirnya ke apartemen itu.
Benar0-benar yang terakhir kalinya hanya untuk menepati janjinya. Saat itu i
percaya apa yang ia lakukan sudah tepat. Benar-benr pilihan yang tak akan ia
seali seumur hidupnya. Tapi nyatanya ia masih bertemu dengan Rio hari ini
bahkan setelah lima tahun ia tak pernah bertukar kabar.
Rio: “Soria?”
Soria: “Sudah.”
Rio: “Eh?”
Soria: “Jangan diteruskan. Kita tak ada hubungan apa-apa lagi sejak
lima tahun yang lalu dan hingga sekarang. Hubungan kita tak lebih dari sekedar
kau mahasiswa yang sedang praktik dan aku pemilik sekolah ini.”
Rio: “Iie! Aku tak pernah setuju kalau kita putus. Aku tak pernah
menginginkan hal ini terjadi, ak-“
Soria: “Apa ruang UKS nya nyaman?
Kau tak kekurangan sesuatu apapun?”
Rio: “Soria ja-“
Soria: “Ku harap jawabnmu, ya. Kalau begitu saya permisi. Semoga
kau bisa bekerja lebih profesional lagi.”
Rio tak bisa mencegah kepergian Soria. Bahkan hanya untuk
memanggilnya kembali saja ia tak bisa. Keesokan harinya Rio sengaja membawa
boneka beruang baby blue ke UKS untuk dipajang karena ruang UKS itu didominasi
warna putih saja.
Steve: “Kenapa ada boneka beruang di
sini?”
Rio: “Ku pikir siswa akan merasa
nyaman dengan UKS jika ada boneka berwarna lembut.”
Steve: “Satu saja ya. jangan membawa
lebih lagi.”
Rio: “Ne.”
Steve meninggalkan ruang UKS. Tak sampai satu menit Steve pergi,
pintu UKS sudah terbuka lagi. Menampilkan sosok wnaita muda yang menggendong
seorang siswi.
Soria: “Dokter, anak ini sesak
nafas!”
Rio: “Baringkan!”
Rio memeriksa kondisi siswi tersebut dengan teliti serta memberinya
oksigen.
Soria: “Apa dia baik-baik saja?”
Rio: “Tak apa, dia hanya perlu istirahat sepertinya ia sesak nafas
karena alergi. Saya titip siswi ini dulu, saya ingin mengangkat telfon
sebentar.”
Soria: “N-Ne.”
Tinggallah Soria di ruangan itu bersama siswi yang ia bawa tadi. Ia
sudah akrab dengan suasana UKS sejak ia tak lagi tinggal satu apartemen bersama
Rio. Tanpa sengaja ia melihat boneka baby blue yang dipajang Rio. Soria
mengusap boneka itu perlahan. Masih lembut seperti lima tahun yang lalu,
berarti Rio benar-benar merawat boneka itu. Tanpa Soria sadari Rio sudah masuk
ke ruang UKS.
Soria: “Hello Mr.Bear, apa kau menepati janjimu? Ku harap kau
menepatinya. Terus temani dia ya.”
Rio: “Kau sedang apa?”
Soria: “H-Hanya melihat bonekanya.
M-Memangnya kenapa?”
Rio: “Kau masih menyukainya?”
Soria: “Iie, boku wa-“
Rio: “Kau boleh membawanya.”
Soria: “Eh?”
Rio: “Dia milikmu. Kau berhak
membawanya.”
Soria: “Kau yang memberikannya padaku dan aku sudah tak
membutuhkannya lagi. Jadi.. ku kembalikan padamu.”
Soria berjalan keluar UKS meninggalkan Rio dengan helaan nafas yang
panjang. Soria merasa kesal dengan dirinya yang tak bisa bersikap biasa saja.
ia enggan mengakui bahwa rasa cinta itu benar-benar masih ada, tertinggal dalam
memori-memori yang tak mau ia buka.
Christine: “Berusahalah! Sedikit
lagi, jangan terlalu memkasanya.”
Rio: “Ne.”
Christine: “Bagaimana kalau kau ajak
dia pulang bersama?”
Rio: “Dia benar-benar keras kepala. Lagipula ia selalu pulang
dengan sepupunya yang notabene sekertarisnya.”
Christine: “Mengajaknya makan siang
bersama?”
Rio: “Dia selalu bawa bekal dari
rumah.”
Christine: “Berkunjung ke rumahnya?”
Rio: “Dia tak mau memberikan
alamatnya.”
Christine: “Benar juga. Apa dalam
waktu dekat ini akan ada kegiatan sekolah?”
Rio: “Tidak ada. Mianhae sudah
mengganggumu.”
Christine: “Hm.. tak apa. Semoga
segalanya berjalan dengan baik.”
Rio: “Ne.”
Sudah seminggu Rio mengabdi di UKS sekolah dan pada hari Senin yang
cerah ini Rio sengaja tak membawa kendaran pribadi ke sekolah. Butuh waktu
tempuh satu jam bagi Rio agar bisa sampai ke sekolah dengan kendaraan umum.
Sesampainya di sekolah ia bertegur sapa dengan para staf dan murid-murid yang
sudah tiba di sekolah sepeti biasa. Selama perjalanan Rio menuju UKS ia tak
melihat Steve. Biasanya sekertaris Soria itu akan berkeliling sekolah
memastikan segalanya baik-baik saja layaknya komite kedisiplinan.
Rio: “Permisi, apa Steve-ssi hari
ini tidak masuk?”
Teacher 1: “Eh? Ne, Steve-ssi tidak
masuk hari ini. Ia terkena demam.”
Rio: “Baiklah, terima kasih.”
Teacher 1: “Sama-sama.”
Rio bergembira hati. Itu artinya ia bisa mengajak Soria pulang
bersama hari ini. Benar-benar sebuah kebetulan ia tak membawa kendaraan pribadi
karena mobilnya sedang di servis.
Jam pulang sekolah tinggal
lima menit lagi tapi hujan deras mengguyur lebih cepat. Beberapa guru
yang membaw amobil menawarkan tumpangan pada beberapa murid yang tak membawa
payung. Soria sendiri lengkap dengan tas hitam yang ia sandang di bahu kiri
berdiri menunggu kepulangan semua murid. Sudah menjadi rutinitasnya setiap
hari.
Rio: “Kau tak pulang?”
Soria: “Aku tak bawa payung.”
Rio: “Sama.”
Soria: “Baka.”
Bohong. Rio sebenarnya membawa payung di dalam tasnya karena ia
sudah membaca ramalan cuaca tadi pagi.
Rio: “Bagaimana jika hujannya tak
reda hingga senja?”
Soria: “Apa pedulimu?”
Rio: “Kau kan pacarku.”
Wajah Soria mendadak memerah. Ia hanya menunduk untuk meyembunyikan
rona di wajahnya. Ianilah yang Soria benci dari Rio. Laki-laki di sampingnya
ini selalu bisa mengutarakan apa yang ia pikirkan atau ia rasakan tanpa
berpikir panjang. Di selalu terbuka dan jujur. Benar-benar membuat jantung
Soria lelah.
Soria: “B-Bagiku, kau bukan lagi
pacarku.”
Rio: “Tak apa. Berdiri di sisimu ini saja sudah cukup kok. Biar ku
beritahu satu hal, kejadian di masa lalu itu hanya salah paham.”
Soria” Aku tidak-“
Rio: “DENGARKAN AKU SEBENTAR!”
Soria lantas menatap Rio yang lebih tinggi darinya 18cm. Baru kali
ini Rio membentaknya seperti itu dan karena egonya, Soria tidak terima dan
balas menatap Rio dengan sengit. Menyadari perubahan emosi Soria, Rio
melembutkan pandangannya dan menurunkan volume suaranya.
TO BE CONTINUED~~~
No comments:
Post a Comment